Rabu, 30 Desember 2009

Akupun Korupsi


"Blok M...Blok M...Blok M..." teriak lelaki lusuh berbadan kurus, kondektur bis patas Grogol-BlokM yang mau masuk tol itu memperlambat laju mobil dibelakangnya. Dia turun mengajak calon penumpang yang berdiri dibelakang pembatas jalan.
"Ning Blok M...gak bayar juga papa ning. Awas pantatnya ketinggalan tuh...ntar diambil ama si gondrong" ucap ngawurnya membuat sewot wanita yang sedari tadi berdiri tengak-tengok menunggu bis kebanggannya.
"Kamprettt lu...mane utang lu, rokok seceng aje 2 minggu, kemarin elu dicari bang jampang katanya lu bawa kabur istrinya" jawab lelaki bertopi atribut partai sambil menggendong beberapa rokok, permen dan minuman ringan diperutnya, sisa kardus yang sudah tak terpakai sebagai tempatnya.
"Istri apaan, entu jablai yang nglorotin duit setoran, masa sejam nyamain setoran mikrolet, dua jam yang tersisa gue utang, pasti bang jampang mau nagih duit istrinya" obrolan jalanan terkadang membuatku terhibur, tak berapa lama sang kondektur lompat kedalam bis, melajulah besi berjalan yang sudah aus itu, mengeluarkan asap racun hingga menghiasi panasnya jalanan ibukota.

Dasir, Heru dan aku kebagian tempat duduk, biskota yang kita tumpangi tidak terlalu sesak, hanya sebagian saja yang berdiri, mungkin karena ini hari libur, Natal 25 Des 2009. Heru sibuk dengan telepon genggam barunya, temanku yang satu itu baru saja diterima CPNS diDepartemen Perdagangan, sebagai luapan bahagia dia memintaku untuk menemaninya ke Roxy, tabungan semasa kuliah dihabiskan untuk merayakannya.
"Anjrittt tuh cewe terbuat dari apa? Aku harus bisa mendapatkannya." kagumnya sejam yang lalu dilantai bawah Roxy. Heru sejak mengikuti test CPNS tak pernah keluar dari tempat kos-ku, begitu namanya muncul dikoran dengan status diterima, dia begitu girang dan berjanji mentraktirku dan Dasir. Tapi kebahagiannya tak menjalar menyelimuti rasa kecewaku dan kecewa Dasir, seandainya saja dia tak kepincut gadis SPG HP Titan mungkin perjalanan pulang ini tak terasa lapar. Uang tinggal segitu hanya untuk mendapatkan nomor telpon SPG HP.
"Yahhhh kalian jangan lemes gitu dong, aku jadi gak enak nih..." ucap Heru.
"Gimana gak lemes, kalau tau tabunganmu cuma 300rb aku milih gak ikut. Ini jakarta men..." ucap kesal Dasir, bibirnya tak ketinggalan memelas sebagai luapan kecewanya, njudir (jawa : cemberut).
"Habis mbak Lina tadi mau ngasih nomor HP, tapi syaratnya harus beli HPnya, ya terpaksa kalian bersabar dulu soal traktirannya" ngeles Heru.
"Udah...udah...udah...dari
pada laper mending kita dengerin musik seniman jalanan" ajakku.
Jika semua seniman jalanan seperti kedua lelaki yang berdiri menenteng gitar didepanku dan sang wanita berdiri dekat sopir, mungkin jakarta adem. Mereka menyapa para penumpang dengan sapa yang santun, mengajak penumpang merenung tentang gejolak negara ini, dengan banyak kritikan yang ditujukan pemerintahan saat ini bukan berarti rakyat tak menyukai pemimpinnya, baik pemimpin tingkat daerah maupun pusat, dari sekelas pak RT hingga ke pak presiden. Mereka dipilih untuk melaksanakan amanat yang amat berat, jika kasat mata rakyat tak melihat mereka bertindak tak sesuai amanat masih ada malaikat dan juga Tuhan yang akan mencatat.

Sebuah lagu "Sambutlah" yang dipopulerkan Denada bersenandung indah dibawakan seniman jalanan, wanita itu menyanyi dengan bebas dan lepas, mungkin kerasnya kehidupan jakarta yang membuatnya selalu mencari kepenatan himpitan kebutuhan sehari-hari, saat menyanyilah sebagai obat pelipur lara perutnya yang kosong.
"Kamu mau kemana, lih?" tanya Dasir disampingku, dia terbangun dari kantuknya sesaat tubuhku bergerak untuk berdiri.
"Aku kedepan dulu, aku lupa turunnya" jawabku.
"Okelah kalau begitu" Dasir kembali tidur.
Aku berjalan kedepan untuk melihat sejauh mana perjalanan, gedung MPR Senayan sudah terlihat disebelah kanan pandanganku. Rupanya masih jauh gedung BEJ.

"Korupsi Adalah Pekerjaan?" ucapku setelah membaca buku yang ditenteng gadis berbaju ungu yang berdiri disebelahku, aku sedikit heran dengan judulnya, hingga membuatku menatap buku itu tak berkedip.
"Lucu juga judulnya, pulang kuliah mbak?"
"Iya..." jawabnya.
"Memangnya apa yang bisa dibanggakan dari koruptor?"
"Owh kamu pasti membaca buku ini ya, mau baca?. Pekerjaan sebagai koruptor itu tidak mudah, apalagi untuk mencuri uang rakyat, terlebih dahulu penguasa harus mengimingi-ngimingi dengan janji surga. Dia harus lantang berteriak akan memberantas hangus para koruptor, mungkin jika ditulis didalam buku diaryku ungkapan itu tak muat untuk menyalinnya" jawabnya.
"Heheee betul juga ya..." timpalku.
"Jika kita ingin menjadi koruptor hebat, kita harus pandai memainkan sebuah teater, ada sutradara dan tokoh, dan rakyat hanya boleh menangis setelah melihat ending yang menggembirakan bagi koruptor dan rekan" lanjutnya menjelaskan.
"Itu ya materi yang ada didalamnya? Kalau menurutku para koruptor itu ada karena munculnya kesempatan, mereka biasanya memanfaatkan kelemahan birokrasi, oh ya satu lagi kurangnya pemahaman tentang bahayanya diakhirat jika korupsi" ucapku, suara bising biskota menghiasi obrolanku dengannya. Siang itu menjadi obrolan yang mengasyikkan tentang topik yang kita dapat, dia sangat pintar memaparkan opininya. Sesekali aku melihat Dasir dan Heru, kedua temanku itu masih konsentrasi dengan aktifitasnya. Heru masih sibuk dengan HP barunya, dan Dasir masih menikmati kantuknya.

"Materi didalamnya banyak sekali yang menarik, sebagian ditulis oleh temanku Arif Hidayat" suara deru biskota yang menyurutkan pendengaranku darinya.
"Jiwa korup muncul tidak hanya dikalangan pejabat atau orang berkuasa saja, tapi juga muncul dikalangan masyarakat juga, bahkan masyarakat kalangan bawah" timpalnya kembali. Gadis berkulit sedikit gelap itu menata rambutnya yang tersapu angin, tangan kirinya masih memegang erat pegangan besi dekat jendela kaca.
"Betul banget, bahkan terkadang masyarakatlah yang menjadi sumber aparat korup, seperti contohnya pembuatan ktp ataupun sim. Masyarakat inginnya pengurusan yang cepat dengan jalur yang tidak tepat" ucapku. Tempatku berdiri tak jauh darinya hanya ada 2 orang lelaki lain yang menemani kita berdiri, aku juga bergelantungan layaknya mereka. Sepertinya mereka juga sibuk dengan tujuannya, membiarkan kami berdua membicarakan topik yang sedang memasyarakat, korupsi.

"Lalu bagaimana dengan hukum?" tanyaku.
"Hukum adalah milik yang berkuasa dan berduit. Negara kita ini bahkan akan runtuh jika masyarakatnya terus membanggakan materi dibanding nilai kehidupan yang lain. Rakyat kecil yang tak mempunyai duit hanya akan menjadi korban ketidakadilan" jawabnya lugas. Gadis itu sesekali tersenyum jika mengakhiri pendapatnya, suaranya masih jelas terdengar walaupun klakson berisik biskota membuyarkan obrolan.
"Koruptor bisa mengambil apa saja yang ada didepan kita, bahkan bantuan bencanapun mereka gagahi. Mereka mendirikan panti asuhan dan menanam orang-orang yang mengatasnamakan derma, dan disisi lain mereka mengambil apa yang bisa diambil dari situ. Didalam masjid mereka bisa saja berkhotbah lalu didalam pekerjaan mereka menyunat anggaran. Disaat musim haji tiba mereka berangkat ke Mekkah, setelah pulang mereka menerima amplop sebagai suap, dan masih banyak lagi contoh lainnya" lanjutnya. Aku hanya mengangguk.

"Tapi apa bangsa kita akan hancur secepat itu?" tanyaku.
"Susah untuk menghentikan koruptor, seperti sudah mengakar bahkan sudah menjadi kebiasaan kalau korupsi itu sebuah pekerjaan"
"Tapi kan negara kita kaya, sumber daya alamnya melimpah" timpalku.
"Memang. Tapi kita semua harus sadari, justru kekayaanlah yang membuat diri kita rapuh. Kita terlalu bangga dengan apa yang ada disekitar kita, namun kita tidak mau berfikir untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin menjadi sebuah sumber kehidupan yang layak dan bermoral".
"Iya...kamu benar..."
"Apa yang belum sempat kita pikirkan sudah terpikirkan oleh koruptor. Mereka itu manusia cerdas namun lemah dalam moralitas" lanjutnya.
"Kamu pintar, kuliah dimana?" tanyaku.
"Aku ambil sospol di Trisakti. Oh ya sebentar lagi aku turun" gadis itu sepertinya menyukai luapan opininya. Kami berdua hanya menempatkan sebagai masyarakat yang peduli, simpati, dan juga pengkritik. Tak ada yang tersakiti antara keduanya, dia tersenyum manis ketika memasukkan kembali buku yang semula disodorkan kepadaku.
"Bang...Al Azhar ya" ucapnya pada kondektur yang berjarak 2m dari kami.
"Kamu turun dimana?" tanyanya padaku.
"Sa...ma..." jawabku gugup. Harusnya aku turun diSCBD, berhubung aku ingin sekali menggali pengetahuannya, tidak ada salahnya aku turun di Al Azhar untuk berbincang tukar pengetahuan. Jarak SCBD dan Al Azhar cukup jauh, aku melihat Heru masih asyik otak-atik HP, dia pasti update status Facebook-nya. Oh tidak…Dasir malah tertidur pulas bersandar dibahu Heru.
"Maaf teman-teman...sekali kali aku meninggalkanmu, semoga mereka kembali dijalan yang benar, walaupun sekarang sudah tersesat cukup jauh, heheheee..." batinku.
Tiba-tiba kondektur teriak.
"Al-Azhar...Al-Azhar...Al Azhar..."
"Turun yuk..." ajaknya.
"Ayukkkk..." jawabku sambil mengucapkan terima kasih pada bang sopir.

Kami sudah ditrotoar depan masjid Al-Azhar.
"Obrolan kita tadi mengasyikkan ya..." aku mengawali obrolan kembali setelah turun dari biskota.
"Ehmmm kamu bisa aja, yang pasti kita sebagai kaum pemuda menjaga negara ini jangan sampai bangkrut, kita harus bangkit berantas korupsi, jangan suka menebar tipu muslihat seperti para koruptor" timpalnya.
"Heheee iya betul...dan tidak boleh licik melebihi kelicikan Abunawas dalam cerita 1001 malam" timpalku.
"Cerita 1001 malam?" herannya. Gadis bermata coklat dan berambut sedikit pirang itu menatap mataku cukup lama, sepertinya dia kurang mengerti dengan cerita 1001 malam.
"Itu apa? Aku pernah dengar, cuma gak tau detailnya" tebakkanku tepat, dia pasti belum mengerti cerita 1001 malam.
"Aku punya banyak waktu untuk menceritakannya" aku menyarankan.
"Ehmmmm...bagaimana kalau nanti malam? Aku traktir kamu bakso diBlok S, setuju?" ajaknya.
"Aku lihat HP dulu ya..."
"Kamu ada janji?" tanyanya.
"Ehmmm...nggak sih, cuma pingin nyatat nomor HPmu, heheee...".
"Kamu bisa aja, aku gak suka pria yang bercanda. Namaku Wulan, gak usah dicatat nomor HPku, habis isya' aku tunggu disana"
"Aku Galih, insyaAlloh"
Kami berpisah dipinggir jalan, dia gadis yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi, sepertinya berbagai problematika negeri ini adalah makanan wajib baginya. Harusnya kaum muda semua sepertinya, melihat dan berfikir lalu bersikap. Semoga negeri ini tidak melahirkan para korupsi yang handal kedepannya.
"Waduhhhh gawat...aku juga korupsi terhadap teman-temanku, heheheee korupsi kenalan ama Wulan. Aku yakin mereka pasti menyesal" batinku.

Aku tak tahan mau kesitu
Ada gadis Trisakti berbaju ungu
Plis jangan kencang-kencang menusuk hatiku
Karena diriku pasti malu

Asrama tak selalu jadi satu
Tapi boleh dong aku tahu namamu
Jangan biarkan binar matamu terus menggodaku
Karena diriku pasti malu

Cerita 1001 malam aku juga tak tau
Tolong beri hambaMU 1 malam untuk membaginya
Kamulah jelitaku
Selama tak ragu, aku takkan malu untuk menjadi mau

"Arisannya bang..." kondektur belagu tadi menagih uang kepada pemuda yang tertidur pulas dibangku nomor tujuh dari depan.
"..." yang ditagih gelagapan segera bangun.
"Tadi kan udah bayar bang..." pemuda disebelahnya membela temannya.
"Galih kemana Her..."
"Gak tau..."
"Ini udah nyampe mana bang?" tanya Dasir pada kondektur.
"Lha...ini tomang, sebentar lagi ke grogol, kalian dari tadi ditarik sikacamata bilang duitnya dibawa ama yang tidur" Heru reflek membenarkan kacamatanya.
"MasyaAlloh...ini biskota udah balik lagi? Kita berdua tadi udah dari Grogol..."
"Gak bisa, pokoknya bayar dulu" bentak kondektur.
"Asemmmm dikerjain Galih...!!!"

Senin, 19 Oktober 2009

Lailatul Qadar


LAILATUL QADAR (cerpen)


Malam ini malam ganjil menjelang akhir bulan ramadhan, seharian tadi aku merayu mama untuk minta sebuah ijin keluar rumah malam ini.
"Mama gak ingin ada apa-apa sama anak gadis mama, malam ini mama sedang halangan, mama gak bisa ngejagain kamu, mbok Sholat Lailatul Qadar-nya diMasjid komplek saja" sarannya memunculkan sanggahku yang tak kalah ampuh.
"Ayolah mah...Ozy kan udah gede, toh gak sendirian kok, jarak Pasar Minggu-Pancoran kan deket..."
"Mama...sebelum mulai shalat Lailatul Qadar disana ada ustadz Jaiz yang terkenal itu, selama ini kan cuma lihat dari tv"
"Pokoknya jgn khawatir, ada Alloh yg ngejagain Ozy..." lanjutku.
"Iya mama ijinin, jaga gamis dan jilbabmu ya sayank..." pesannya.
"Dan juga qalbu...!!! Ozy pasti ingat itu mah..." pesan mama kepada anaknya selalu begitu, dan setiap hari akan berulang jika anak gadisnya keluar rumah.

Senyumku terus berderai ketika mama mengiyakan anaknya keluar rumah malam hari, sebuah restu dari orang tua bukankah doa, doa itu tak hanya membuatku berjalan dengan pasti namun amanahnya menguatkan untuk terus kujaga. Mama memahami yang kulakukan untuk ibadah, namun egonya untuk menjagaku terlalu khawatir. Semoga Alloh memaafkan apa yang terburuk dariku dan dari mama.

Jalanan macet sepanjang apa aku tak tahu, mobil-mobil berjejer hingga tak terlihat kasat mata. Sekedar melepas bosan kemacetan setelah baca doa adzan isya' berkumandang selesai, aku memutar musik yang ada CD Player-ku. Aku menengok kebelakang, mukena, sajadah, tas, cemilan, Mushab kecil, jaket, semua itu aku pastikan lagi dijok belakang mobil. Ini jangan sampai ketinggalan, buku kecil berisi catatan dan berbagai macam pertanyaan telah kusiapkan, ini biasa kugenggam setiap mengikuti pengajian. Kali ini aku tak mau ketinggalan melontarkan pertanyaan kepada Ustadz Jaiz, semoga ada kesempatan untuk mendengar jawabannya langsung.

Tak diduga i-phone ku bergetar, ada telpon masuk mengajak video streaming, rupanya dari Tasya sahabatku.
"Adeuhhhhh Ozy kamu dimana ?" wajah cantiknya yang terbalut jilbab putih terlihat dilayar smartphone-ku.
"Tasyaaaaa...kayanya kamu belum salam deh, tau gak sihhh aku masih kena macet didepan penjual bakso mercon, mobilku gak jalan-jalan dari tadi..." jawabku sekaligus mengarahkan camera i-phoneku pada tulisan besar bakso mercon disebuah warung pinggir jalan.
"Gmana mau jalan, coba kamu lihat deh, para jamaah tumpah ruah dijalanan, mereka semua menyambut datangnya Ustadz Jaiz, subhanAlloh tampan sekali..."
"Udah deh jangan lebay gitu..." sahutku saat tangan kiri Tasya menempel dipipi seolah pesonanya keluar berlebihan.
"Kamu bakal nyesel deh, mending kamu jalan kaki, mobilmu parkir didekat situ aja, disini parkiran udah gak muat...." pikiranku terlintas akan saran Tasya, tak berapa lama orang-orang yang semula berada dalam mobil pada keluar, dari arah belakang orang-orang itu berjalan melewati samping mobilku.
Aku buka kaca jendela "kok pada jalan kaki, memangnya ada apa mas ? " tanyaku pada lelaki berbaju rapi yang sudah terlihat lusuh karena mungkin baru pulang kerja.
"Katanya mobil sudah gak bisa jalan mbak, ada pengajian yang jamaahnya pada duduk ditengah jalan..." ucapnya santai.

Tanpa pikir panjang aku ikuti saran Tasya meniru orang-orang berjalan, mobil pink mungil Honda Jazz berkaca gelap aku tinggal dipinggir jalan, tak lupa membawa bekal yang berada dijok belakang.
Sepanjang jalan orang-orang berlalu lalang dengan antusiasnya, mereka tak bersahabat, tak ada sapa diantaranya, seperti asing dimata, padahal jika aku perhatikan mereka berjalan dengan tujuan yang sama, Masjid Al Munawar Pancoran. Atau mungkin mereka ingin buru-buru melihat dari dekat Ustadz Jaiz seperti Tasya sahabatku.
Diseberang jalan seorang ibu berpakaian serba hitam menggendong gadis kecilnya kesompoyongan lalu jatuh ketika sirine mengaung, orang-orang yang jalan dibelakangnya berusaha menyusul langkah kakinya, ia tersenggol dan telungkup dijalan. Pemandangan yang memilukan, tak ada yang menolong. Apakah ini yang dinamakan dunia yang fana, semua pada buta ketika ada pahala yang ditawarkanNya ada didepan mata tak terlihat, mereka justru berlomba-lomba menuju masjid ingin menyambangi Ustadz Pujaannya.

Ya Alloh tujuanku bukan untuk itu, jauhkan aku dengan dunia yang membutakan ini, aku ingin menjemput Lailatul QadarMu. Aku yang akan menolongnya, terus berlari menyebrang jalan, terlihat ibu itu sangat kesusahan meraih tangan anaknya yang terus menangis, karena orang-orang begitu banyak yang berlari dan berdesakan disekitarnya.
Tiba-tiba kakiku terpelanting hebat karena pijakan tanggul dijalan rupanya rapuh, aku terjatuh, semua yang kubawa terberai dijalanan. Aku mengerang kesakitan, tapi kupikir ibu itu lebih membutuhkan pertolongan. Aku berusaha bangkit untuk meraih dulu Mushabku, aku berhasil menggenggam kembali kitab kebanggaanku.

Hahh...anak itu tak ada, ibu itu masih belum bangun dalam telungkupnya, aku berhasil memeluk tubuhnya.
"Ibu...mari saya bantu..." aku merasakan kakiku terkilir, jalanku pincang jika ingin membopongnya.
"Tolong...tolong...tolong bantu angkat..." teriakanku bagai angin lalu, sirine Masjid dan deru suara klakson menulikan telinga orang-orang. Aku berusaha semampu untuk membawanya kepinggir jalan.
"Tolong dekatkan anak itu kepadaku..." pintanya penuh harap. Telunjuk yang gemetar mengarah pada pojok tembok pinggir jalan tak jauh dariku.
"Anak itu...siapa yang menolongnya...?" batinku tak menyisakan tenagaku untuk istirahat sejenak, aku berjalan kearahnya. Sigadis kecil itu masih terus menangis.
"Malam ini cerah, banyak bintang diangkasa, jika terus menangis, bintang mulai redup mendengar isak tangismu adik cantik..." sapaku.
"...." dia diam.

"Malam ini ibu berbuat kesalahan, barang bawaan ibu terlalu banyak, belum lagi Geyza yang minta gendong..."
"Maksut ibu...?" tanyaku.
"Ibu menghalangi jalan mereka yang ingin menuju Masjid untuk mendengarkan Tausiyah Ustadz Jaiz..." jawabnya.
"Wahai Alloh sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi Maaf, Engkau mencintai pemaafan karena itu berikanlah maaf kepadaku*" tangannya menengadah keatas, aku hanya menatap air mata yang mengalir dipipinya.
* doa yg diajarkan Rasulullah ketika menjumpai Lailatul Qadar (HR. Ibnu Majah).

Malam terus melanjutkan ceritanya.

*****

Suasana depan Masjid Al Munawar Pancoran begitu riuh ketika sebuah mobil caravan panjang terbuka pintu otomatisnya, keluarlah seorang berjubah putih menyengirai senyum yang menawan. Tangannya yang halus siap menjadi rebutan para jamaah yang berjubel sedari tadi menunggunya keluar untuk mencium. Mungkin itu salah satu yang membedakan antara orang semakin tinggi tingkat ilmu agama dengan ilmu dunia. Begitu dihormati layaknya panutan urusan akhirat.

Wangi semerbak parfum bunga keluar dari pesonanya, dia berjalan begitu pelan memberi kesempatan khalayak ramai untuk menatapnya lebih dekat.
"Ustadz...ustadz...ustadz.
.." teriak banyak orang dari berbagai penjuru, beliau hanya senyum dan menangkupkan kedua telapak tangannya, santun.
"Jamaah Rahimakumullah...beri kami jalan..." Ustadz itu bicara sepatah kata. Kontan jamaah yang berada tak jauh darinya, melebar memberi jalan.

Dikejauhan namun masih dilingkungan Masjid....

Seorang gadis cantik berusaha jinjit diantara kerumunan jamaah yang jauh lebih tinggi darinya. Dia menyiagakan kamera handphone untuk terus menyala, agar tak menyianyiakan momen yang ia inginkan.
"Aku harus dapat gambar pak Ustadz dari dekat, agar Ozy percaya dengan apa yang aku katakan..." batinnya.
"Permisi bang...bukan mahram nih..." ucapnya ceria.

Malam terus menyajikan bintang bersinar...

*****

Aku berjalan bergandengan dengan bunda Geyza. Dia tak menyebutkan nama aslinya, ibu itu lebih suka dipanggil bunda Geyza, kami kembali pulih setelah tadi istirahat cukup lama. Semua barang bawaanku sudah terkumpul, kembali ku periksa. Mukena, sajadah, tas, cemilan, Mushab kecil, jaket sudah kembali dalam genggaman.

"Ada yang kurang...???!!!" teriakku spontan.
"Fauziah...apakah sebuah buku yang kau cari ?" tangan Bunda Geyza menyodorkan buku, ternyata tidak salah itu buku catatanku.
"Terima kasih, bu..." ucapku.
"Iya...ayo jalan lagi..." ajaknya.
"Sebentar bu, ada yang tidak wajar dengan bukuku...".
Aku membaca kembali catatan yang tadi siang kutulis dikamar, satu pertanyaan yang dibawahnya ada jawabannya.
Perbedaan waktu atau jam dengan negara lain tentang turunnya Lailatul Qadar, karena pernah Rasul bersabda Lailatul Qadar adalah malam yg cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan lemah (HR. Ibnu Khuzaimah).
Aku lanjutkan membaca sebuah jawaban yang cukup panjang.
Lailatul Qadar merupakan rahasia Alloh, untuk itu dianjurkan agar setiap muslim mencarinya disepuluh malam terakhir, sabda Rasul "carilah dia pada sepuluh malam terakhir dimalam-malam ganjil" (HR. Bukhori Muslim). Malam-malam ganjil yang dimaksut dalam hadits diatas adalah malam ke 21, 23, 25, 27, dan 29. Bila masuknya Ramadhan berbeda-beda dari berbagai negara maka malam-malam ganjil dibeberapa negara menjadi malam-malam genap disebagian negara lain, sehingga untuk lebih berhati-hati maka carilah Lailatul Qadar disetiap malam pada sepuluh malam terakhir.

Karena tidak ada yang mengetahui kapan jatuhnya Lailatul Qadar itu kecuali Alloh, maka cara yang terbaik untuk menggapainya adalah beri'tikaf disepuluh malam terakhir, Rasulullah dan sahabat pernah melakukan itu.

Semoga bermanfaat jawabannya.

Aku membalik kertas berikutnya...

InsyaAlloh lain kali aku akan menjawab semua pertanyaan yang ada didalam buku ini, aku berhutang budi padamu, sejak kau mengenalkanku dengan Ustadz Mukhlis, ilmuku semakin bertambah.
Aku tak bisa menemui malam ini.
Aku harus pergi secepatnya, ada pesan singkat yang datang dari pak Karman penjual nasi goreng, coba diingat-ingat tempat kita pertama kali berjumpa. Dia yang memberi berkah untukku dan untukmu ketika Indonesia bersholawat.
Dia sedang operasi gagal ginjal, mohon doanya.

Mataku mengalir butiran air, menetes hingga merubah raut mukaku untuk bersedih.

"As alullahal 'adzima rabbal'arsyil 'adzim ayyasy fiyak...Aku mohon kpd Alloh yg Maha Mulia pemilik Arasy Yang Agung, agar Dia menyembuhkan" batinku dalam hati.

Masih seperti dua hari setelah kita kenal, mengapa nomorku tetap tak bisa dihubungi, kali ini aku berikan jawaban atas pertanyaanmu, SUARAMU ADALAH AURATMU, maka...jaga itu Fauziah, gadis cantik calon penghuni surga.

Salam, afa-

Buku itu segera kututup, aku dekap bersama Mushab, serasa ada yang hilang dalam hatiku. Apakah itu yang dinamakan ego, ketika keyakinanku kembali dalam sukma, aku merasakan Mushab itu menghangatkanku. Ya Alloh aku bersujud dalam malam-malammu, jaga pak Karman dan afa, jika mereka tak sempurna maka apalah aku ini.

"Fauziah...ala bidzikrillah tathmainnul qulub..." tangisku dalam batin.

-pipowae-
"beristighfarlah...selagi kau masih hidup"

Minggu, 27 September 2009

Tolong Katakan Kepadanya-5


Malam berkabut putih, ketika kabut itu bercampur dengan air berubah warna menjadi hitam yang pekat. Kabut berpenyakit ini selalu muncul setiap saat, mereka biasanya menyebutnya polusi. Metropolitan dengan segala problematikanya selalu menebar racun kehidupan manusia, mereka tak menyadari atau bahkan menyadari namun himpitan kebutuhan membuatnya acuh tentang rongrongan kematian yang ada didepan mata lewat polusi udara. Lambat laun jantung menangis menjadi tumbal.

Jauh meninggalkan kota dengan lampu-lampu malam yang gemerlap. Sebuah villa mewah diperkampungan Srengseng Sawah bertingkat dua, seorang wanita mengaduk air berwarna putih digelas crystal dengan pelan didapur lantai bawah. Pandangannya resah dilemparkan pada wanita lain yang sedang berjalan mondar-mandir dilantai atas. Tak terasa yang ia aduk semakin mengental, air panasnya mengepul disela-sela adukan menyebarkan aroma susu putih yang menggoda.

"Dorrr...ngaduk malah ngelamun, susunya kental tuh..." lelaki kurus dengan sarung yang melingkar dibadan mengagetkan, tanpa tahu kedatangannya menepuk pundak wanita itu.
"Aduhhh kaget aku, aden sudah pulang belum ?" cara bicaranya pelan, mata wanita itu tengak-tengok seperti maling.
"Paling sebentar lagi, ada apa toh kaya takut banget..." jawabnya.
"Kalau aden jam segini belum pulang, pasti non marah-marah, aku takut..."
"Lama-lama aku gak tahan dirumah ini, tiap hari non dan aden selalu berantem..." lanjutnya.
"Hussss...itu urusan mereka, yang penting urusan kita perut kenyang, setelah itu urusan bawah perut..." sanggahnya.
"Ehmmmm...nggasruh (jawa : sembarangan)...!!!" sewotnya.
"Jangan marah dulu, maksutku minta tolong pijitin kakiku, soalnya seharian bersihin taman, capek banget..."
"Halah wong lanang aleman (jawa : lelaki kok manja), ogahhhh...!!!"

Wanita itu segera beranjak dari dapur, dia membawakan segelas susu kepada wanita yang sejak tadi menjadi perbincangan mereka. Tangga setengah melingkar dari kayu jati harus dilewatinya. Kayu pilihan itu memang tak diragukan lagi kekuatannya, terbukti villa itu dibangun oleh pak Hendra sudah 20tahun belum ada masalah kerapuhan. Semenjak dia meninggal villa itu diwariskan oleh anak gadisnya, pak Hendra meninggalkan harta yang sangat berlimpah untuk kedua anaknya, dan juga satu usaha pengelolaan batubara yang sekarang dikelola oleh putranya diTenggarong Kalimantan Timur.

Seorang wanita berambut pirang sedang menatap photo keluarga yang ada didinding, tangannya meraba pada salah satu gambar seorang lelaki tua. Dia menatap dengan amat tajam, tangan kirinya terus mengelus-elus perutnya yang sedang membuncit. Wanita dengan perawakan tinggi sekitar 170cm itu tengah hamil tua. Dia memakai setengah gaun setengah daster sutra berwarna ungu, kulitnya yang kuning bersih menambah aura kecantikan semakin keluar.

"Ini bibi buatkan susu untuk non Febi..." yang diajak bicara tak segera menjawab, wanita cantik itu terus menatap photo dinding yang berada didepannya. Kalut adalah hal yang paling dibenci setiap orang, namun hal itu sangat menghibur ketika hati sedang dilanda keresahan.
"Bibi taruh dimeja, diminum ya non, kata bu Hendra susu ini baik untuk kesehatan janin yang ada didalam perut non Febi...". Wanita yang sedang hamil itu berpaling menatap segelas susu yang menjadi tema pembincangan lawan bicaranya.
"Janin ini hanya ingin membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang tulus, apa gunanya janin ini sehat namun ketika ia menghirup udara didunia, dia tak mendapatkan apa yang harus ia dapatkan..." wanita tua itu mendengarkan dan merasakan galau dari seorang perempuan yang sedang hamil tua. Meskipun tahta yang membedakan antara keduanya, namun naluri seorang wanita sebagai pembantu itu merasakan trenyuh ketika kata-kata yang baru saja terlontar dari hati terdalam majikannya. Bibi Juminah sudah lama mengabdi kepada keluarga Hendra, dia sudah dianggap saudara sendiri oleh nyonya Hendra, wanita gemuk itu dipercayai untuk menjaga anak perempuan pak Hendra sejak Febi kecil.

"Mama tidak tau ini semua, bi..." perempuan itu memutuskan untuk duduk dikursi.
"Non...jangan sedih...kalau non sedih bibi juga ikut sedih..."
"Semua ini salahku, Riky hanya menginginkan calon bayi ini, dia sama sekali tak mencintaiku..." lanjutnya dengan nafas sedikit tersengal ketika dia menyebut nama Riky.
"Mungkin setelah anaknya lahir, dia bakal menceraikanku..."
"Non..." Bibi juminah membuka mulut untuk bicara, namun dia urungkan niat melanjutkan.
"Tenang bi...susu itu tetap aku minum, semakin sehat janin itu semakin cepat anak tak berdosa itu menghirup udara didunia, mungkin semakin cepat pula Riky menceraikanku, apa aku sebagai wanita hanya bisa pasrah dengan kenyataan yang sejatinya bukan pilihanku..." Perempuan bermata binar itu meneteskan air dari kelopak matanya, segala curahan hati dia tuangkan tanpa ada jengkal dinding tertutupi bagi Bibi Juminah yang sudah dia anggap sebagai teman hati. Jabang bayi yang sebentar lagi keluar mungkin mendengar dengan apa yang diresahkan ibunya, sesaat dia berkontraksi hebat dimasa 8 bulan usianya.
"Bibi...boleh peluk non Febi ?!" Dia mendekat. Seperti ikatan batin yang tak mudah terbaca, hati wanita begitu kuat ketika dihadapkan pada pilihan yang sulit.

Udara malam begitu syahdu, terlalu banyak yang mengalun dilangit-langit, lalu membelai daun dan ranting-ranting kecil pohon cemara. Binatang malam berdendang tak beraturan, namun terdengar indah ketika semua orang beradu dalam damainya. Cinta bisa mampir ketika kita tak menginginkannya, cinta juga bisa pergi ketika hati ini terpatri untuk menginginkannya tinggal. Tolong katakan kepadanya, apakah hati ini harus berpegang pada tiang yang rapuh.

*****

Malam masih akan terus malam, ketika matahari bersembunyi dibalik waktu, kegelapan terus datang hingga waktu jua yang membuka tabir misterinya. Gadis berparas cantik sedang menatap awan yang kelam. Sendiri ditengah situasi penuh ketidakadilan, dia terus menatap, apakah dia menghitung atau sekedar menerawang sinar sebagian bintang yang menghiasi malam.

Rambutnya tergerai rapi ditumpukan kain terikat yang dijadikan bantal. Sesekali dia melihat handphone yang digenggamnya, cahaya lampunya bersinar sebentar dikegelapan barak pengungsian. Dia menghela nafas panjang ketika tak ada jawaban menggembirakan dilayarnya. Gadis cantik itu kembali menatap awan, bibir tipisnya lebih memilih diam ketika hatinya berbicara akan kerinduan.

Keramaian warga jawa timur dengan corak bahasa yang berbeda dengannya tak membuatnya terganggu dalam lamunannya. Mereka berlalu lalang diluar barak pengungsian, dia masih terus menghabiskan waktu menatap awan dalam remang malam.

Gersangnya hati merindukan cinta
Kasih bukanlah lamunan
Maaf...bila aku hanya bisa menghadirkan malam Tanpa ada bintang

Hampa hati menorehkan resah
Derai senyummu membuatku gundah
Maaf...bila aku merasa tak cukup
Tolong Katakan Kepadanya
Jangan cuma sekelebat datang diremangnya malam

"Gak baek anak gadis melamun sendirian malam-malam..." Gadis berkaos biru langit itu nimbrung berbaring disebelahnya.
"Terus...lu mau ngapain Ras ?!" tanyanya.
"Ya harus ajak-ajak gw...!!!" jawab Laras.
"Ehmmmm...." Maya berbalik badan membelakangi Laras.
"Gw lagi nunggu sms dari Ahmad, telponnya tidak aktif, dia sedang apa ya Ras...??" Maya memeluk guling.

"Dia lelaki yang aneh, dia begitu baik, dia selalu ada untuk membuat gw terpukau dengan tingkahnya yang penolong, gw benar-benar jatuh cinta. Biasanya setiap kali pulang kerja dia selalu bawakan makanan dan buah untuk ibu. Lalu dia katakan "jika sesuatu yang aku bawa ini esok hari masih ada, maka aku takkan kemari selama 3 hari", darisitu gw bisa mengambil hikmah tentang nikmatnya berbagi rizqi sesama. Karena setiap makanan yang tak habis, ibu selalu membagikan ke tetangga, dan itu yang diinginkan Ahmad.

Gw pernah menciumnya sekali, semoga Alloh memaafkan gw ketika diMasjid Istiqlal. Waktu itu pelipisnya terluka penuh dengan darah, ia lagi-lagi membuat gw terkesima setelah Jessica sahabat gw bercerita tentang kepahlawanan seorang pemuda yang menolongnya. Gw yakin itu Ahmad. Dia malah merasa bersalah tidak menepati janjinya ketempat ultah sahabat gw. Gw lihat Ahmad berdzikir dipelataran Istiqlal, gw langsung menemuinya untuk mengajaknya pulang.

Gw tempelkan bibir ini dipipinya, darahnya ikut menempel diujung hidung, gw merasa bangga karena darah yang mengalir adalah darah keberanian. Gw ingin satu saat nanti Ahmad selalu ada disaat gw butuh". Lanjut Maya.

"Menurut lu apa yang gw rasa wajarkan jika jatuh cinta kepadanya ? " Maya bertanya pada gadis disebelahnya. Beberapa lama ia diam tanpa ada suara.
"Hah tidur, dasar pelor..." ujar Maya setelah memastikan dia berbalik menghadap Laras.

Tiba-tiba suara lirih terdengar diluar barak, suara lelaki sedang memanggil namanya berulang kali.
"Maya...maya...maya...lu disitu ?"
"Ras...bangun ada yang panggil nama gw..." Maya berusaha membangunkan Laras, dia menggoyangkan pantatnya, tak lama dia terbangun dengan gelagap.
"Knapa May ?" ujarnya.
"Temenin gw keluar, ada yang manggil-manggil gw..." Maya berusaha meyakinkan Laras.
"May...lu ada didalam gak ?" suara lirih itu kembali terdengar.
"Iya gw dengar, sebentar lagi keluar..." teriaknya untuk menenangkan orang yang memanggilnya dari luar.

"Ada apa Jef ?" tanya Maya.
"Yudi May...!!!"
"Kenapa dengan Yudi ?" tanya Laras sambil ngucek-ngucek mata.
"Tenang Jef, ada apa dengan Yudi..." Maya berusaha menenangkan Jefri teman satu misi.
"Mending lu lihat sendiri disana..." Jefri menunjuk kearah jalan yang sudah dikerumunin banyak orang.
Maya dan Laras berlari kearah yang ditunjukkan jari telunjuk Jefri, kedua gadis itu berlari dengan membawa rasa penasaran yang tinggi. Kerumunan orang menambah rasa khawatirnya tentang nasib temannya.

"Yudi...ya Alloh lu kenapa ?" Maya langsung jongkok sedang tangannya berusaha menopang kepala Yudi. Temannya terkelepar bercucuran darah diperut, Maya mencoba membuka kaos yang sudah bercap darah disana.
"Dia tertusuk May..." Laras bersuara.
"Apa yang kalian lakukan pada Yudi, siapa yang melakukannya ? Tolong jangan diam...!!! " Maya berteriak kepada kerumunan orang lokal, mereka hanya saling menatap satu sama lain. Pertanyaan gadis cantik itu membuat semua orang bingung, siapa yang harus menjawab pertanyaan berisi dakwaan, yang mereka sama sekali tak tahu siapa yang melakukan.

"May...bu...kan...me....re
ka..." kata-kata Yudi susah keluar, tersengal dan batuk-batuk mengeluarkan darah dari mulutnya. Maya dan Laras mencoba memahami apa yang dikatakan Yudi.
"Ini pe...se....nan lu...May..."
"Gw...te...pa...tin...jan.
..ji kan...May...?!!" Lanjutnya.
"Wa...yang...Se...mar...!!
!" Tangan Yudi memegang kuat bungkusan kertas tebal berwarna coklat ada tangkai lurus dibawahnya, setelah dengan sekuat tenaga Yudi berbicara akhirnya lelaki dengan lumuran darah diperutnya pingsan, masih syukur kata yang terakhir yang ia ucapkan cukup jelas terdengar orang yang mengerumuni.

"Angkat dia...segera bawa dia ke rumah sakit...!!!" ucap Maya kepada Laras. Warga mencoba berebut membantu mengangkat tubuh Yudi. Antusias ringan tangan masyarakat Porong sangat besar, meskipun mereka pendatang perlakuan sama masyarakat disana menganggap seperti kerabat sendiri.

Kejadian Yudi adalah sebuah misteri yang belum terjawab. Malam dihiasi rembulan dan bintang akan terus melanjutkan kesaksiannya, angin semilir membawa arus debu bergulir begitu lambat dikerumunan orang. Maya dan Laras saling menatap seakan penasarannya menambah gundah disepanjang malam.


Kamis, 03 September 2009

Tolong Katakan Kepadanya-4


Terik panas menyengat kota Sidoarjo saat itu. Udara dan debu bersahabat bagi mereka yang menjadi korban Lumpur Lapindo di desa Porong. Pemandangan anak-anak kecil bermain disekitar pengungsian dekat rumah mereka yang telah rubuh, terlihat lusuh menggambarkan pahitnya kehidupan disana. Terus bercanda dan berlari serasa tanpa ada beban dipikiran mereka, tawa dan riang ala anak-anak. Tampak lelaki bertubuh hitam legam terus berupaya mengumpulkan dan menata bata-bata yang masih utuh diantara puing-puing rumah yang telah rubuh dilingkungannnya. Pak Masduki namanya, pria seusia kisaran 40 tahunan itu terus mengucurkan keringat kerja kerasnya.

Seluruh tanah didesanya ambles sedalam satu meter lebih setelah dua tahun lebih tanpa henti isi bumi keluar akibat kegagalan pengeboran gas yg dilakukan PT. Lapindo Brantas Inc. Akibatnya sedikit demi sedikit rumah-rumah runtuh dengan sendirinya.

Rumah pak Masduki terus berpacu dengan lumpur, diantara dua pilihan yang sederhana, menunggu rumahnya dirobohkan lumpur atau dia robohkan duluan. Kalau dirobohkan lumpur jelas ia tak dapat apa-apa, kalau dia yang merobohkan masih bisa memanfaatkan sisa genteng, batu-batu, kusen-kusen pintu, besi-besi bekas yang semuanya laku dijual.

Meski sederhana pilihannya, ia lama memikirkan hal itu. Baru setelah dia kepepet (jawa : terpojok) karena dua tahun tak juga dapat uang pengganti rumah dan tanahnya dari Lapindo. Dia lalu robohkan rumahnya.

Dilema yang terjadi, dia yang dulu tukang bangunan dan sekarang dia malah menjadi tukang merubuhkan bangunan.

Saat ini lelaki beristrikan bu Sumiati itu terus berupaya sekuat tenaga menghidupi keluarganya dengan kerja serabutan dikota Surabaya. Buruh bangunan kembali menggugahnya dari himpitan kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Lebaran kemarin dia kembali ke tempat pengungsian untuk menjenguk istri dan ketiga anaknya. Hanya bisa dihitung satu jari ditangan kanan anak-anak mereka bertemu dengan bapaknya, uang hasil kerja pak Masduki hanya dititipkan kepada tetangga yang kebetulan bisa pulang setiap dua bulan sekali, dia itu mandor ditempat kerjanya.

"Begitulah mbak cerita tentang suami saya, wis aku isone yo pasrah wae karo sing nggawe urip (jawa : aku hanya pasrah saja dengan Yang Maha Menciptakan Kehidupan), kadang juga merasa kasihan melihat pakne sendiri yang bekerja keras, saya hanya bisa membantu berjualan rujak cingur disekitar MI (Madrasah Ibtidaiyah) Glagah, lumayan bathine (jawa : labanya) untuk jajan anak-anak" ucap ibu setengah umur memakai daster merah muda yang sudah lusuh kepada Maya. Maya tak segan memeluknya, hadirnya sebuah bantuan program yang dicanangkan salah satu Bank dinegeri ini membuat warga Porong seakan menghirup udara segar. Maya dan kawan-kawan menjelaskan secara detail maksut tujuan program pelatihan usaha kecil bagi korban lumpur Lapindo, khususnya bagi mereka yang tak lagi semangat menghadapi kehidupan menurut mereka tak adil adanya.

"Mbak Maya...enthuk njaluk jepite rambut, aku ben ayu koyo mbak (jawa : boleh aku minta jepit rambutnya, biar aku ayu seperti mbak) " gadis kecil itu lucu ketika meminta dengan kedua tangannya saling bertopang manja.

"Husssshhhh...wis kono dolanan dakon, ojo ganggu mboke..." Bu Sumiati mengerdipkan mata pada si Mina, anaknya yang paling kecil.

"Ehmmm..." Maya hanya senyum setelah gadis kecil meninggalkan mereka berdua berbicara.

"Program dari Bank Mandiri apa boleh bagi saya yang sudah bekerja sebagai penjual rujak ?" tanya ibu Sumiati akrab kepadanya.

"Seperti yang sudah saya jelaskan kemarin, program kami tidak hanya untuk kalangan ibu-ibu saja yang belum bekerja, tapi juga bagi siapa saja yang ingin bersemangat untuk berwirausaha, Bank memprioritaskan dan mengkhususkan bagi korban lumpur di Sidoarjo ini. Dana untuk awal usaha ataupun untuk mengembangkan usaha dipinjamkan tanpa bunga secara rata kepada warga disini. Saya dan teman-teman saat ini hanyalah sebagai penyuluh serta penyurvey berapa warga yang antusias mengikuti program ini, untuk pelatihan wirausahanya ada tim tersendiri dilain hari. Ada berbagai macam yang ditawarkan, pelatihan menjahit, pelatihan tata boga, dan pelatihan-pelatihan usaha kecil yang lain, seperti merawat tanaman kualitas impor dan lain-lain".

"Ooo ngono toh, yo wis ibue ikut saja, lha wong ikut pelatihan juga sama saja menambah ilmu, mugo-mugo usahaku tambah tokcer..."

"Amien bu..." jawab Maya.

Geliat panasnya sinar matahari tak surutkan pasukan pembawa berkah, Maya dan kawan-kawan terus masuk dan berbicara dari masing-masing anggota keluarga korban lumpur. Mereka hanya membawa misi sosial tak lebih dari itu, bahkan gaji yang ia dapatkan jauh tak setimpal dengan pengorbanan yang mereka lakukan, namun mereka tak mengeluh.

"May...lu sudah dapat berapa ? Boleh gw duduk disamping lu ? ".

"Iya duduk aja Yud, gw dapat 51 orang, kesemuanya ibu-ibu..." jawab Maya kepada Yudi temannya.

"Banyak banget, gw aja gak ada 10 orang..." Yudi membuka snack (makanan ringan) yang ia bawa dari tadi.

"Sapa yang nanya lu??? Kayanya Maya nggak nanya deh..." ucap Laras sewot. Duduk Laras mendekat ke Maya, ia mau berbisik kepadanya namun diurungkan.

"Eh...sapa yang bicara ama lu ?! " jawab Yudi enteng.

"Oh ya May...ntar malam ada pasar malam di kampung petruk, kita kesana yuk, sekali-kali kita nikmati hiburan masyarakat kecil, ada pertunjukkan wayang segala, dijakarta gak ada tuh..." ajak Yudi sambil membuka bungkus lemper (makanan dari ketan yang didalamnya ada abon sapi dan dibungkus daun pisang lalu dikukus).

"Emang lu masyarakat besar ? Ngaca deh lu ?!" lagi-lagi Laras sewot.

"Gw kan gak ngomong ama lu Ras..." Yudi menimpal.

"Sori Yud, gw capek banget hari ini, gw mau langsung tidur..." Jawab Maya dengan harapan ia mengerti penolakan halusnya, tak lama Maya berdiri meninggalkan Yudi dan Laras.

"Hihihiiiiiii...cucian deh lu..." Laras mengikuti berdiri menyusul Maya berjalan melenggang.

"Ya udah gw pergi sendiri aja kalau gitu, gw bawain oleh-oleh wayang buat lu May..." teriak Yudi sambil siap menghabiskan potongan lemper yang tersisa.

"Mau yang wayang Arjuna atau wayang Bima ?! " lanjut teriaknya.

"Semar aja Yud biar nyamain ama perut lu, hahahaaaaaa..." balas Laras dikejauhan, Maya hanya tersenyum.

"Demi lu, iya deh gw bawain Semar..." batin Yudi dengan lugu.

"Aemmmmm...beuh...cuihhhhh...sial daun lemper gw makan...!!! "

*****

Disebuah gang Cempaka belakang Masjid As-Salam.

Ibu-ibu jamaah sedang berkumpul pengajian siang di hari jumat. Sebuah rumah kecil bercat biru dengan berbagai pot gantung diteras sudah kelihatan ramai perbincangan para ibu, acara pengajian yang biasanya diadakan tepat jam 2 siang ini belum menampakkan aktifitas inti. Pengajian setiap seminggu sekali ini selalu bergilir dari satu rumah jamaah ke rumah jamaah lainnya. Kali ini rumah bu Arum yang giliran mendapat hajat. Para jamaah ibu-ibu tampak masih menunggu jamaah lain yang belum hadir. Sudah cemepak (jawa : tersedia) suguhan minuman teh hangat dan jajan pasar bagi mereka yang baru saja datang.

"Silahkan bu Slamet, mbok duduk didalam saja, kita ngobrol-ngobrol disini..." ucap ibu berkacamata kepada wanita gemuk yang baru saja menaruh sandalnya.

"Oiya bu kemarin itu siapa jadinya yang dapat arisan ? Maaf lho saya gak bisa datang, lha wong bapaknya minta ditemenin beli mobil baru..." tanya ibu disebelahnya.

"Waduhhh ibu Sugeng ini beli mobil kok terusan, kaya beli pisang saja..." ucap ibu lain berbaju ungu terong.

"Yahhh daripada beli pisang dimakan sambil kepanasan kan enakan dimakan sambil kedinginan kena AC, sama suami yang baik lagi..." balas bu Sugeng.

"Asal jangan makannya ketuker pisang suami bu Sugeng...!!!" celoteh bu Renggo dikejauhan.

"Hahahaaaaaa...." terdengar gelak tawa ibu-ibu rumah tangga yang sedang punya hajat.

Ibu Arum masih tampak gelisah diluar,sepertinya tak ada lagi ibu jamaah yang datang, namun ia terus menunggu diluar. Nampaknya ada yang ditunggu, pasti seseorang yang sangat penting baginya, bolak balik menengok dilorong jalanan kampung, ia masih terus gusar.

"Ya sudah bu Hajjah Jannah, dimulai saja pengajiannya, sudah terlewat seperempat jam..." ucap ibu Arum kepada pimpinan pengajian ibu-ibu hari ini.

"Sepertinya masih ada yang ditunggu ? Sebagai tuan rumah silahkan bu Arum duduk didalam..." sanggah bu Jannah.

"Baik bu saya duduk disini saja, saya hanya menunggu bu Marsinah kok belum juga datang..."

"Oalah...menunggu calon besan toh..." ucap bu Ratna.

"Emang acara nikahan Maya sama Ahmad kapan bu Arum ?" tanya bu Sugeng.

"Saya siap menyumbang 2 kambing lho..." lanjutnya.

"Adeuhhhh terima kasih jeng, saya dan bu Marsinah sepakat akan menikahkan anak kita dibulan depan, insyaAlloh awal bulan Rajab tepatnya..." jawab bu Arum.

"Alhamdulillah..." serentak ibu-ibu pengajian mengamininya.

Ya Nabi salam 'alaika

Ya Rasul salam 'alaika

Ya Habib salam 'alaika

Sholawatullah 'alaika

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, namun bu Marsinah belum muncul juga dirumah bu Arum. Apa yang terjadi belum bisa dibayangkan olehnya, dia tak mau menduga-duga hal yang belum tentu kebenarannya. Seluruh ibu-ibu pengajian sudah pulang sepuluh menit yang lalu, terakhir meninggalkan rumah bu Arum adalah bu Ratna, karena ia adalah seksi kelengkapan, semua perabotan pengajian dia yang bertanggung jawab mulai dari pencatatan anggota hadir hingga ke tape dan speaker.

Sementara bu Arum sedang menyapu sebagian pelataran kecilnya yang masih kotor. Tangannya terus mengayun namun pikirannya mencoba menerka-nerka apa yang terjadi dengan calon besannya. Tak biasanya wanita seperti bu Marsinah absen dalam pengajian, padahal rajin kedatangan lebih awal tak diragukan lagi.

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikum salam, siapa ya ? Apakah bu Marsinah ?" jawab dan tanya bu Arum dari dalam rumah. Tak sabar akan menjawab gelisahnya hingga ia lupa mengenakan jilbab yang semampir (jawa : tertaruh) dikursi kayu untuk keluar menemui siapa yang datang.

"Alhamdulillah...bu Marsinah..." Bu Arum mencium kedua pipi bu Marsinah dengan gembira.

"ibu-ibu pengajian semua menanyakan ibu, saya khawatir ada apa-apa..." Bu Arum mempersilahkan duduk lewat tangan sopannya.

"Saya mencari data-data identitas Ahmad untuk keperluan hajat kita, saya fikir ketinggalan dikampung, gak taunya ada dirumah pamannya" jawab bu Marsinah.

"Lalu saya kesana lebih pagi dengan harapan bisa mengejar pengajian sore hari, eh malah macet total jalanan ada demo besar-besaran buruh bangunan, minta maaf bu Arum..." Lanjutnya.

"Iya gak papa bu, sebetulnya data bisa nyusul jika waktu sudah kurang seminggu..." sanggah bu Arum.

"Kalau bisa lebih cepat kenapa pilih yang terlambat, betul kan bu..." Bu Marsinah tersenyum hingga terlihat banyak kerutan didahinya.

"Ahmad Kemal Ramadhan, nama yang bagus, nama yang terakhir hampir mirip dengan anak saya, calon menantu ibu, Maya Denting Ramadhanti..." Bu Arum membuka berkas yang diberikan kepadanya, akta kelahiran Ahmad yang ia baca.

"Nama yang cantik, secantik orangnya..." ucap bu Marsinah.

Adzan maghrib menggugah hati dua wanita istimewa bagi kedua anaknya. Senja sekelebat menebar angin yang berhembus disetiap lorong lafal Alloh dan Muhammad di Masjid As-Salam. Kepala manusia angkuh bersujud sepadan dengan kaki untuk bersimpuh dihadapanNya. Satu hembusan nafas alirkan doa. Semua sama rata semua sama rasa. Manusia selalu hina dimataNya. Hanya Dia Yang Maha Segalanya.


Tolong Katakan Kepadanya-3


"Paman...celanaku bolong"

"Kalau gak bolong mana bisa dipake?!"

"Ini serius paman..."

"Bolong dimana? Nanti kalau udh selesai presentasi kita beli yg baru, udh siang nih, ayo berangkat...!!!"

"Bismillah...semoga gak kelihatan"

"Itu yang penting"

"klik..." suara flip lipatan telpon genggam yang mungil kembali tertutup.

Jakarta pagi ini tak secerah pagi kemarin, namun jalanannya tak pernah berubah masih seperti kemarin besok dan akan datang, kemacetan hal yang sudah biasa terlihat. Sebuah mobil sedan honda vios menghidupkan lampu sign dekat terminal persahabatan jakarta timur. Tak biasanya dengan situasi jalan yang sangat padat tukang parkir berseragam rompi kuning membiarkan mobil itu berhenti ditempat sempit.

"Siap bos..." ucap semangat lelaki kurus berseragam rompi kuning sambil tangannya diangkat kepada lelaki tua yang baru saja memarkirkan mobil. Tak lama lelaki lain segera masuk kedalam mobil sedan itu.

"Paman...ini mobil siapa?"

"Wis pokoknya kamu duduk manis saja, kita sudah ditungguin..."

"Ambil semua mas..."

"Terima kasih banyak bos..." lelaki didalam mobil memberikan uang sepuluh ribu kepada tukang parkir, uang yang tak biasa ia terima itu meninggalkan kesan sumringah diwajahnya yang kumal.

"Paman...kita mau kemana ?"

"Ambil berkas dijok belakang, itu proposal yang bakal kita presentasikan, tolong baca dan pelajari, dalam satu jam kamu harus bisa menguasainya" seorang yang mengendalikan kemudi hanya menengok kepada pemuda yang bertanya beberapa saat. Suara kembali senyap, obrolan ditengah kemacetan lebih tidak mereka pilih, diam tanpa suara, hanya suara penyiar radio yang centil menemani dan juga parfume wangi buah anggur yang mengisi kekosongan.

"Mal...apa yang bisa kamu lihat dari proposal itu ?" pria berkacamata yang biasa dipanggil paman itu melirik kaca spion sebelah kiri untuk memastikan tak ada motor yang nyelonong.

"Kemal hanya bisa baca dan menyimpulkan, Data pembangunan Apartemen Wisma Surga di Kalibata HILANG, sementara pekerjaan sudah berjalan 85persen, total dana yang dibayarkan baru 30 persen"

"Betul...pembangunannya berhenti 3 bulan yang lalu, PT. Dana Gesit Abadi membutuhkan suntikan dana untuk melanjutkan pekerjaannya, mereka membutuhkan konsultasi pembuatan data proyek yang hilang menjadi yang terbaru"

"Itu mudah paman, serahkan padaku, cuma yang menjadi masalah apakah data kita bakal diterima oleh pihak apartemen ?" lelaki pemuda bertubuh atletis itu mengungkapkan pertanyaan yang tak langsung dijawab.

"Apartemen itu milik satu orang, namanya pak Mito, dia salah satu orang berpengaruh dinegeri ini, kita harus mencoba untuk mendekatinya baik-baik..."

"Bagaimana kita mendekatinya ?"

"Itu yang sedang paman pikirkan..." seorang lelaki itu berfikir sangat keras hingga terlihat banyaknya lipatan dijidat, tangannya masih pegang setir, tak terlalu sulit untuk mengendalikan mobil bermesin automatic, karena tak perlu direpotkan dengan perpindahan gigi.

"Paman ingin Kemal yang menyelesaikan semuanya hingga tuntas..." ujar paman.

Lagi-lagi parfume berwadah kucing tidur itu menyemprot otomatis, wanginya menyebar hingga ke celah-celah mobil yang tak terlihat. Dingin dan wangi seperti terapi yang menyehatkan. Lelaki bernama Kemal masih mempelajari berkas ditangannya, sangat lama dia mengamati lembar demi lembarnya, dia belum pernah menghadapi pekerjaan yang menyita banyak pemikiran, sebelumnya Kemal adalah seorang mandor bangunan, lelaki muda itu dipercaya mengatur orang-orang untuk melakukan pekerjaan kasar dilapangan panas. Kali ini berbeda, pekerjaan yang ada didepan mata adalah jauh terbalik dari yang pernah dihadapi, dia harus mulai menyiapkan langkah apa yang harus dilakukan untuk melakukan dan menyelesaikan, menghitung lagi anggaran dari sketsa gambar tehnik, sudah tentu diakumulasi ulang secara jeli lalu dilakukan rekap kesemuanya.

"Gambar proyek yang ada hanya ini, paman ?"

"Kita bahas disaat presentasi, pihak PT. Dana Gesit Abadi siap membantu memberikan data apa saja yang masih ada"

"Semoga tidak hilang semuanya..." ucap Kemal.

Mobil sedan menghidupkan lampu sign kearah sebuah gedung bertype klasik, dinding gedung yang berhiaskan keramik corak natural berwarna coklat, disudut gedung terdapat air jernih yang mengalir tersorot lampu redup dari dalam tembok menambah kesan kalem (jawa : tenang). Terlihat gardu pos satpam terbuat dari kayu yang berkualitas, lalu disetiap pemisah parkir antara mobil satu dengan mobil lain ditumbuhi tanaman cemara kecil yang lebat hingga menambah sejuk dipelataran luar gedung, kekreatifan perencana tata letaknya berbeda dari kebanyakan gedung lain, tertata dengan sangat seni.

"Rapikan bajumu, pakai dasi ini, ambillah parfume paman didashboard untuk menyenangkan pikiran, bawa tas data ditangan sebelah kiri, pegang telepon genggammu ditangan kanan, lalu jalanlah tegap sesuai keoptimisanmu anak muda..."

"Baik paman..." jawab tegas Kemal.

"Ingat Kemal, proyek ini harus dijalankan dengan kejujuran, dan kamu punya itu...!!!"

"Ehmmm..." Kemal mengangguk.

"Bentar paman ada telpon masuk" ucap Kemal.

"Iya, kapan? Kok dadakan gini ? Berapa hari disana ?" terdengar Kemal mengajukan pertanyaan ditelpon genggamnya, tangan paman merapikan dasi yang dipakai Kemal, sesekali memandang keponakannya yang semakin besar semakin gagah, tiba-tiba dia tersenyum sekilas mengingat dulu Kemal kecil hingga sekarang yang selalu karab dengannya, ada banyak kesan terkenang yang susah untuk dilupakan.

"Hati-hati, ingat solat 5 waktu, bye..." telponnya berakhir.

"dari siapa ?" tanya paman.

"Maya, hari ini dia berangkat ke Surabaya, selama 5 hari disana, ada program pelatihan usaha kecil bagi korban lumpur Lapindo" jawab Kemal.

"Ooo...matikan handphone, masukkan SIM Card-mu ke Blackberry paman, selama proyek ini berjalan pakai smartphone itu, ingat jaga penampilanmu, Kemal sekarang bukan mandor lagi...!!!" ujar paman.

"Ehmmm..." Kemal mengangguk.

*****

House music terdengar kencang didalam ruangan yang lumayan besar, ruangan itu bercat hijau muda berlukiskan bintang dan mentari yang bersinar kuning serta orange, menambah kesan terang meskipun ruangan tersebut tertutup dan kedap suara.

Sepatu keds putih dan kaos kaki pendek menghiasi kaki putih yang bersih. Terlihat melakukan jump (inggris : loncat) berulang-ulang, pemilik kaki itu mulutnya komat kamit menghitung disetiap gerakannya, nafasnya ngos-ngosan secara bergantian menghirup dan menghembus menambah kesan semangat membara. Tak lama dia berbaring dilantai untuk melakukan gerakan set up, musik rancak (padang : ramai) menemani keringat yang mengucur disekujur badannya, musik disco konon tepat digunakan untuk menarik minat berfitness selain membuat orang bersemangat juga sangat berpengaruh dengan kontraksi jantung yang bekerja keras.

"Lu kayanya gak perlu melakukan itu deh..." ucap gadis yang baru saja membuka pintu fitness room.

"Maksut lu ? Gw pingin lemak diperut hancur berkeping-keping ? Huhhhh..." jawabnya dengan menghela nafas panjang.

"Jess...perut lu tuh dah kenceng kaleeee, lu tuh dah proporsional banget..." tangan gadis itu mengulurkan handuk kecil dan orange jus kepadanya.

"Thanks, srupuuuuuutttt..." ucap terima kasihnya dengan nyruput orange jus.

Dua gadis itu melepas lelah dengan bercengkerama diteras rumah yang menghubungkan pintu fitness room. Rumah mewah yang terletak dipinggiran kota itu bisa menghidupkan suasana, selain berbagai macam jenis tanaman yang merambat didinding taman juga ada patung dewa dewi yang berdiri ditengah kolam ikan. Cuaca panas jakarta sama sekali tak berpengaruh dirumah itu, meskipun tampak beberapa petak rumah kaca yang memayungi taman anggreknya.

"Gw masih penasaran dengan kejadian sebulan yang lalu, Ran..." gadis satu mengawali pembicaraan mereka disekitar taman anggrek miliknya.

"Akhir-akhir ini gw bermimpi lelaki itu, dia yang menolong gw dalam kejadian itu, gw berusaha mengikuti berita tentang perkembangan kejadian itu, polisi udah mendapatkan semua pelaku provokasi dalam peristiwa tawuran itu, saking pingin yakinnya gw sama pak min ke kantor polisi langsung, dia gak ada disana, dan gw yakin dia bukan termasuk pelaku provokasi tawuran di malam itu" lanjutnya.

"Udh tau gak yakin ngapain juga kesana" jawab temannya enteng.

"Gw gak tau Ran, gw ingin bertemu dia untuk kedua kalinya..."

"Jangan-jangan lu jatuh cinta kepadanya..."

"Gak tau, Ran..."

Angin siang menerpa rambut kedua gadis itu, gadis satu berambut panjang lurus hanya melepas nafas lega ketika mengutarakan jawabannya yang mengambang, gadis lain berambut lurus dikuncir hanya bengong merasa tak puas menatap wajah temannya yang menjawab pernyataannya.

*****

Kemeja lengan panjang berwarna putih dengan dasi merah maron menambah kesan wibawa pemuda yang berdiri diruang rapat. Ia menjelaskan panjang lebar tentang motifasinya untuk segera menyelesaikan proyek yang akan dia tangani itu. Keenam orang yang lain diruang itu tampak serius menyimak metode yang akan ia jalankan, sebuah layar yang menampilkan slide per slide dari sorot proyektor ia jelaskan secara runut. Gambaran langkah yang harus ia lakukan pertama hingga akhir pembuatan data yang hilang sudah diterima owner (inggris : pemilik) PT. Dana Gesit Abadi, tampak dari tatapan mata dan anggukan kepala disetiap selesai per slide nya.

"Metode yang akan kami jalankan ada 4 tahap untuk menyelesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan..."

"Sori saya potong, berapa lama saudara menyelesaikan, soalnya waktu akan berpengaruh uang perusahaan yang menumpuk tak bisa keluar karena pekerja kami jg berhenti bekerja, kami membutuhkan percepatan..." ucap lelaki berjas krem dengan nada yang sangat anggun ketika menyela.

" Riky...biarkan Kemal melanjutkan presentasinya dulu " seorang lelaki tua menanggapi pertanyaan pemuda berjas krem itu. Pemuda yang bernama Riky merasa welcome dengan apa yang diungkapkan bapak tua itu.

"Pak Johan dan saudara Riky...pertanyaan yang anda utarakan akan saya jawab dislide berikutnya..." jawab Kemal.

"Untuk menjawab berapa lama harus diselesaikan akan saya jawab setelah saya menjelaskan 4 langkah yang harus saya ambil.

Pertama adalah perencanaan, untuk apa saya ambil perencanaan karena apapun bentuknya saya harus mengenal dan pelajari dulu jenis data yang anda punya, untuk menyikapi data yang hilang paling tidak informasi daya ingat bapak dan ibu sekalian sangat membantu kami.

Kedua adalah organisasi, setelah saya mempunyai amunisi untuk berperang, saya tidak ingin bekerja sendirian, ibarat perang saya harus punya pasukan, seperti kata Nabi tidak boleh bekerja ataupun berperang secara sendirian, kurang kompak persatuan bisa melumpuhkan kesatuan yang ada, saya mohon kepada pak Johan sebagai Board of Director diperusahaan ini mengabulkan permintaan saya untuk membentuk organisasi darurat diperusahaan ini menghadapi penyelesaian secara tepat dan akurat.

Ketiga adalah action atau bertindak, saya disini bersifat terbuka, konsultan sangat membutuhkan komitmen dari rekan semua yang menjadi bagian ini, disini saya akan bersikap tidak sebagai atasan didalam organisasi, namun bersifat rekan atau sahabat kalian, untuk menjalin hubungan yang baik dengan pihak customer saya siap bekerja 24 jam.

Keempat adalah kontrol itu sendiri, setelah data yang terbaru selesai kita buat, saya coba mengontrol dari semua aspek yang ada, customer adalah tetap prioritas utama, karena keputusan positif mereka adalah uang kita, disetiap langkah yang saya ambil sudah direncanakan dengan matang.

Saya mentargetkan uang perusahaan ini bisa keluar adalah satu bulan mulai dari sekarang...!!! " Kemal menjelaskan secara rinci disetiap metode yang akan dijalankan. Dia tampak serius mengakhiri penjelasan dengan gaya tangan yang sangat sopan.

" Bagaimana bisa saudara mendekati mereka untuk menandatangani draft proyek baru yang akan saudara buat ? " ungkap satu-satunya wanita didalam ruang rapat itu. Dia menunjukkan bolpen sebagai tanda sela dia berbicara, sebenarnya cara itu kurang sopan namun Kemal tetap melihat sebagai suatu bentuk pertanyaan Raja yang harus disanggah.

" Pendekatan...itu yang akan saya lakukan untuk menyelesaikannya, dengan cara apapun saya akan mendekati customer, secara halal pastinya " jawab Kemal.

" Cukup...cukup...cukup...ulasan kamu sangat menarik anak muda, saya menangkap maksut dan tujuannya, sangat bagus sekali metodenya.

Santi...nanti biar saya sendiri yang bawa Kemal untuk bertemu dengan customer kita langsung, pak Mito terakhir saya hubungi sangat membantu dan tidak ada permasalahan.

Saya hanya ingin penyelesaian data terbaru segera diselesaikan.

Kemal...saya juga ijinkan kamu untuk membentuk organisasi darurat dikantor ini, kamu diijinkan secara langsung mengimprove pasukan yang ada untuk pencapaian target satu bulan.

Ok saya pikir rapat hari ini selesai.

Kemal...saya perkenalkan saudara-saudari yang hadir dirapat ini, dari ujung adalah bu Santi, dia yang akan membantu kamu untuk mendapatkan data pengeluaran dari warehouse (inggris : gudang), dia seorang manager logistic Sebelahnya adalah pak Guruh, dia bagian keuangan, seorang Manager Finance dan Accounting.

Ini adalah Riky, pelaksana proyek, dia yang bertanggung jawab penuh untuk menemanimu menyelesaikan data, dia seorang Project Manager.

Dan ini adalah Michael, seorang arsitek handal yang kami punya, sebenarnya data terbaru bisa dibuat oleh Michael, namun ia punya job khusus untuk menyelesaikan yang lain.

Sudah jelas semua Kemal.

Riky...untuk sementara Kemal pakai ruang kerjamu dan kamu pindah diruangan saya. Kalian berdua harus saling kerja sama, perusahaan ini sangat percaya pada kalian.

Ok pak Darsono rapat hari ini selesai, terima kasih kalian semua " pak Johan pantas untuk menjadi pimpinan, seorang yang bijaksana.

" Paman gak salah punya keponakan hebat kaya kamu " bisik paman ditelinga Kemal.

" Tapi paman...saya butuh satu bulan untuk menyelesaikannya..." ucap Kemal canggung.

"Ingat...untuk mendapatkan ikan yang besar dan indahnya pemandangan laut kamu harus berani mengendalikan kapal hingga ke tengah samudra, kamulah nahkodanya, wujudkan mimpimu dan juga mimpi pak Johan " ucap paman membuat Kemal kembali bersemangat.

" Baik paman..."

" Ayo kita pulang...!!! "

" Sebentar saya mau sholat dzuhur dulu, sudah dengar adzan, takut lupa..."

" Ya sudah paman bicara dulu dengan pak Riky diluar, kamu cari musola sana..."

Astaghfirullah rabbal baroya...

Astaghfirullah minal khatoya...

Suara dzikir serak menggugah sukma

Rumah Alloh tak pernah surut akan gema surga

Hidup ini bergelimang dosa

Hamba berbuat nista

Lagi-lagi untukku meminta

Hanya Engkau Sang Maha Pengampun Dosa

" Assalamu'alaikum... " Kemal mengucapkan salam akhir solat wajib disiang hari.

" Den bagus...sampeyan ada disini..." ucap tiba-tiba menyahut tangan Kemal untuk bersalaman.

"Masih ingat saya ? Alhamdulillah Alloh mempertemukan kita, saya belum sempat mengucapkan terima kasih waktu itu...." lanjut lelaki tua bertubuh kurus.

Kemal bingung, mencoba mengingat-ingat beberapa kejadian yang telah ia lalui.

" Nama bapak adalah Parmin, panggil saja pak Min, den yang selamatkan bapak dan non Jessica waktu tawuran dimalam itu..."

"Oh iya saya ingat, alhamdulillah pak kita bertemu dalam keadaan sehat, maaf jika saya agak lupa, karena kejadiannya malam..." sanggah Kemal.

"Perbuatan yang baik memang sebaiknya jangan diingat-ingat, takut gak jadi pahala..."

"Amien semoga menjadi pahala, pak..."

"Jika non Jessica tahu bapak bertemu dengan sampeyan, dia pasti sangat girang bukan kepalang..."

"Tolong katakan kepadanya, ucapan terima kasihnya sudah saya terima dengan ikhlas, seikhlas-ikhlasnya..." Kemal tersenyum.

Astaghfirullah rabbal baroya...

Astaghfirullah minal khatoya...

Alam beristighfar terdengar riuh

Menyentuh jiwa dan ragaku

Dan rohku kepadaMu mensucikan jasad yang kotor

Astaghfirullah rabbal baroya...

Astaghfirullah minal khatoya...

Ya Rahman Ya Rahim Ya Ghofar

Hanya Engkau Sang Maha Pengampun Dosa